Minggu, 03 Januari 2010

rajah pamunah

Pun sapun ka Maha Agung
Ka Gusti Nu Welas Asih
Gusti pamuntangan beurang
Gusti pamantengan peuting
Sajatining pati hurip
Sajatining kasucian
Pun sapun Awignam Astu
Paralun ka Budeur Awun
Ka Rumuhun ka Karuhun
Sunda Salaka wiwitan
Sunda Sembawa munggaran
Sunda Pakuan angkeuhan
Pun sapun ngala deuk menta
Seja amit kami mipit
Ka sakumna lelembutan
Nu narindak teu narapak
Nu nyoara tan rupana
Muga hurip napsi-napsi
Pun sapun ngungkab mandepun
Saksi tulis daun nipah
Carita Parahiyangan
Gurit tambaga lalayang
Gurit saksi batu tulis
Tamperkeun saripatina
Pun sapun nyarungsum galur
Siksakandang Karesian
Kacaangan kahibaran
Ku Pustaka Wangsakerta
Muga jembar nya panalar
Balungbang baranang siang
Pun sapun…
Ampun paralun…
Sumber:Baju rombeng.com

wangsit pangeran papak(r.wangsa muhammmad)

* Rumaksa ing jagat kabeh,
rumaksa ing kujur diri,
rumaksa taya petotna,
saking ati nu berbudi,
perceka ngagarap rasa,
nu nitis ti alam suci.
* Sujud tilu kana tilu,
opatna sahabat mami,
kalima pancering awak,
tujuh nema dina wujud,
salapan dadasar raga,
sawelas pungkasan diri.
* Puguh nuhun kudu kitu,
da eta jalaning suci,
kudu sabar ku cocoba,
kapan geus pasti geus jangji,
ulah luncat ti subaya,
wayahna peurih saeutik.
* Upama hirup geus wujud,
bakal karasa ku yakin,
aya teh dina teu aya,
teu aya teh dina saksi,
nyaksi yen ukur teu daya,
kumambang ka kersa Gusti.
* Rum arum sadarum jati,
jati jatining kang suci,
kapan aya papay raratan,
raratan wincikan lahir,
gumelar geus ti baheula,
di dunya ukur arulin.
* Muga estu ka satuhu,
ulah ngijing sembah salah,
tuluyna ruksak rohaka,
jadi jejerih ku bukti,
sagala sieun ku boa,
nuturkeun rungsing berewit.
* Kum, Ahum Wali Yang Agung,
Bis – Mim Waliyul diri,
Lam, Alip dina mamaras,
mangka buka mangka yakin,
da eta jejeran gelar,
tuturkeuneun nu perwinci.
* Opat teh sada awalna,
lima teh sada ahirna,
ayana di la illaha,
nema dina illalohu,
anjogna waliyulloh nu hakiki.
* Sumujud tuhu ka estu,
sumujud yakin hakiki,
sumembah di ka-Allah-an,
sumungkem di kahayatan,
insan sumujud ka insan,
Gusti sumujud ka Alloh.
* Mim, Dal, Mim, Nun.
Keur hidep:
iup bayu tiup rahayu,
angin leutik ti Lohmahfud,
jaregjeg raga sukmana,
cageur bageur hirup-hurip,
bray caang, bral geura miang,
sanghareupan nu hakiki.
* Kitu kuduna nu hirup,
mapay ka raratan diri,
ti mana mulang ka mana,
ti mendi balik ngajadi,
mun mulang rebo bawana,
balik ngahariring leutik.
* Turungtung tepi ka puhu,
paralak ku raga suka,
ditabeuh pinuh kadeudeuh,
Allohu – Allohu kula rek datang,
dalitkeun dina hakekat,
hayang nyurup puhu tungtung
Sumber: Baju Rombeng.com

siapa prabu siliwangi?

Dalam prasasti Batutulis, Prabu Surawisesa tidak menuliskan nama Siliwangi untuk ayahnya. Prasasti untuk mengabadikan jasa-jasa Sri Baduga Maharaja, itu dibuat tahun 1455 Saka atau 1533 M, dua belas tahun setelah ayahnya wafat. Dalam prasasti itu disebutkan, "Semoga selamat. Inilah tanda peringatan (bagi) prabu ratu almarhum. Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga! Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan, dia putra Rahiyang Dewa Niskala yang mendiang di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang mendiang ke Nusalarang. yang membuat tanda peringatan (berupa) gunung-gunungan, membuat jalan-jalan yang diperkeras dengan batu, membuat (hutan) samida, membuat Sanghiyang Talaga Rena Mahawijaya. Ya dialah (yang membuatnya). (dibuat) dalam tahun Saka 1455".
Demikian pula dalam prasasti yang lain, nama Siliwangi tidak tertera. Fakta ini sempat membuat penasaran para sejarawan yang bertemu di Keraton Kasepuhan Cirebon tahun 1677 M. Sebagaimana diketahui, di keraton itu pernah diadakan gotrasawala sejarah, yang hasilnya kemudian dikenal sebagai naskah Wangsakerta. Mengenai naskah ini bisa dilihat dalam polemik di harian ini antara Edi S. Ekadjati (1) Persoalan Sekitar Hari Jadi Jawa Barat (2/2/ 2002), (2) Sekitar Naskah Pangeran Wangsakerta (19/2/2002), (3) Sekali Lagi Sekitar Naskah Wangsakerta (27/5/ 2002), dan Nina H. Lubis (1) Naskah "Wangsakerta" dan Hari Jadi Jawa Barat (20/1/2002), (2) Naskah Wangsakerta Sebagai Sumber Sejarah? (6-7/03/2002).
Karena menjadi pembicaraan luas pada gotrasawala itu, secara khusus Sultan Sepuh I menugaskan adiknya, Pangeran Wangsakerta, yang menjadi ketua panitia pertemuan, untuk meneliti lebih jauh mengenai tokoh tersebut. Terlepas dari sifat "kontroversi"-nya, naskah Wangsakerta memberikan gambaran cukup jelas mengenai tokoh Siliwangi.
Pangeran Wangsakerta mencatat, pertama, dalam Nusantara Parwa II Sarga 2 (1678 M), "Sesungguhnya tidak ada raja Sunda yang bernama Siliwangi, hanya penduduk Tanah Sunda yang menyebut Prabu Siliwangi."
Kedua, dalam Kretabhumi I/4 (1695: 47), "Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua penduduk Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Jadi itu bukan pribadinya. Jadi, siapa namanya Raja Pajajaran ini?"
Ketiga, dalam naskah yang sama halaman 47-48, "Raja Pajajaran dinobatkan dengan nama Prabu Guru Dewataprana dan dinobatkan lagi dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata."
Keempat, masih dalam Kretabhumi halaman 51, "Rahiang Dewa Niskala berputra Sri Baduga Maharaja Pajajaran yang menurut (oleh) orang Sunda disebut Prabu Siliwangi."
Dengan demikian, nama Siliwangi adalah julukan penduduk Sunda untuk Sri Baduga Maharaja (w. 1521). Nama ini sebenarnya sudah muncul ketika beliau masih hidup, sebagaimana termaktub dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) yang ditulis tahun 1518 M. Dalam naskah itu disebutkan, "Bila ingin tahu tentang pantun, seperti Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; tanyalah juru pantun."
Siliwangi berarti silih-wangi, pengganti Prabu Wangi (Linggabuana) yang gugur tahun 1357 M bersama putrinya Dyah Pitaloka. Jayadewata (Manahrasa) dianggap memiliki keberanian seperti buyutnya itu. Karena itu, ia berhak menyandang gelar Sri Baduga Maharaja. Sementara dalam perilakunya, ia merepresentasikan pribadi, Wastukancana, kakeknya (w. 1475 M).
Jayadewata memang sangat layak dikenang segenap orang Sunda. Hingga sekarang kita bangga disebut sebagai seuweu-siwi Siliwangi. Keagungannya itu antara lain ditandai oleh kemampuannya menyatukan kembali kerajaan Sunda. Setelah Wastukancana wafat, kerajaan terbagi dua. Anak sulungnya, Susuktunggal (Sang Haliwungan), bertakhta di Pakuan (Bogor), sementara anaknya yang lain, Dewa Niskala (Ningrat Kancana), berkedudukan di Kawali (Ciamis).
Lalu datanglah cobaan besar pada tahun 1478 M, ketika Majapahit diserang Demak. Sejumlah pembesar dari timur melarikan diri ke arah barat, meminta suaka kepada penguasa Kawali. Di antara pengungsi itu terdapat Raden Baribin (putra Brawijaya IV) dan seorang "istri larangan" (gadis yang sudah bertunangan). Dalam hukum Sunda, perempuan seperti itu "haram" dinikahi kecuali tunangannya sudah meninggal atau pertunangannya dibatalkan. Namun Dewa Niskala tetap menikahi "istri larangan" itu dan Raden Baribin dijadikan menantunya, dinikahkan dengan Ratu Ayu Kirana.
Tindakan Dewa Niskala itu membuat keluarga keraton dan Susuktunggal marah. Mereka menganggapnya telah melanggar hukum yang berlaku dan "tabu kerajaan". Sebagaimana diketahui, setelah peristiwa Bubat, keluarga Keraton Kawali ditabukan menikah dengan keluarga dari Majapahit. Maka perbuatan Dewa Niskala dianggap sebagai pelanggaran yang tidak bisa dimaafkan. Di tengah suasana genting itulah, Jayadewata tampil sebagai penengah. Ia mewarisi kerajaan dari ayah dan mertuanya tahun 1482 M. Oleh karena itu, ia dinobatkan dua kali, di Kawali dan Pakuan, serta memperoleh dua gelar, Prabu Guru Dewataprana dan Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Harta karun Siliwangi
Salah satu harta karun paling berharga dari Prabu Siliwangi ialah naskah bernama Sanghyang Siksa Kangda ng Karesian (SSKK). Naskah ini ditulis pada tahun 1518. Naskah ini secara jelas memaparkan apa yang harus dilakukan oleh pemimpin (menak) dan rakyat (somah), jika ingin meraih keunggulan. Menegaskan apa yang bisa membuat tugas hidup kita di dunia ini paripurna. Sayangnya, sampai sekarang belum ada kupasan optimal atas naskah ini setelah ditransliterasi oleh Atja dan Saleh Danasamita tahun 1981.
SSKK adalah penjelasan dari Amanat Galunggung/AG (+ 1419 M). AG ditulis sebagai nasihat Prabu Darmasiksa kepada putranya, Sang Lumahing Taman. Dalam AG tercatat bahwa nasihat-nasihat itu bersumber kepada tokoh nu nyusuk na Galunggung (yang membuat parit di Galunggung). Menurut prasasti Geger Hanjuang, pada tahun 1033 Saka atau 1111 M, Batari Hyang membuat parit pertahanan. Di rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung. Tepatnya di Rumantak, Linggawangi (sekarang Leuwisari, Singaparna, Tasikmalaya). Tokoh Batari Hiyang inilah yang dianggap telah mengodifikasi petuah-petuah yang kelak menjadi AG dan SSKK.
Menurut Ayatrohaedi (2001), dalam bagian pertama naskah ini tercatat Dasakrjta sebagai pegangan orang banyak, dan bagian kedua disebut Darmapitutur berisi hal-hal berkenaan dengan pengetahuan yang seyogianya dimiliki oleh setiap orang agar dapat hidup berguna di dunia. Uraian naskah itu tampak didasarkan kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan bernegara. Atau dalam bahasa Atja dan Saleh Danasasmita (1981), naskah tersebut berisi aturan hidup warga negara (citizenship).
Substansi naskah itu masih sangat relevan untuk dikaji pada saat sekarang. Terutama ajaran tentang kejujuran dan keluhuran perilaku hidup lainnya. Naskah ini dibuka dengan anjuran menjaga sepuluh anggota tubuh (dasaindria) yang kita miliki, dari mata hingga kaki. Misalnya tangan, dianjurkan agar tidak sembarang mengambil segala sesuatu yang bukan haknya, karena akan menjadi pintu bencana dan kenistaan. Dalam konteks sekarang bisa dimaknai, jangan korupsi.
Demikian pula dengan dasapasanta yang menjelaskan sepuluh syarat jika seorang pemimpin ingin berwibawa di mata rakyatnya. Ditaati dan dijalankan perintah/instruksinya. Yaitu guna (bijaksana), rama (ramah), hook (proporsional, bukan like and dislike), pesok (membangkitkan semangat), asih (penuh kasih), karunya (pembagian tugas yang jelas), mupreruk (membujuk), ngulas (membangkitkan harga diri), nyecep (menumbuhkan percaya diri), dan ngala angen (mengambil hati).

wangsit prabu siliwangi(terjemah)

Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang :
“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin.”
Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!
Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!
Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!
Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara.
Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.
Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.
Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!
Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.
Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.
Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.
Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.
Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.
Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.
Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!
Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.
Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.
Silahkan pergi, ingat jangan menoleh kebelakang

wangsit prabu siliwangi(sunda)

Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran
Pun, sapun kula jurungkeun
Mukakeun turub mandepun
Nyampeur nu dihandeuleumkeun
Teundeun poho nu baréto
Nu mangkuk di saung butut
Ukireun dina lalangit
Tataheun di jero iga!
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!
Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi somah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!
Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.
Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!
Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.
Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.
Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan. Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan……………………….. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.
Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.
Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!
Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!

panduan pencak silat cimande

PENDAHULUAN
1.UMUM
Sebagaimana sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah membuktikan , bahwa seluruh rakyat Indonesia dari sabang sampai merauke dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaannya, senentiasa mendasarkan perjuangannya kepada azas-azas hidup takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusayawaratan atau perwakilan, keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.Azas hidup tersebut lebih dikenal sebagai falsafah pancasila yang merupakan daya penggerak yang menjiwai dan memberikan kekuatan yang ampuh dalam mengatasi kemampuan-kemampuan lawan maupun rintangan-rintangan yang dihadapi.
Azas hidup yang terkandung dalam sila-sila pancasila adalah cermin peradaban, keadaan kebudayaan, cermin keluhuran budi, dan kepribadian yang berurat akar dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangnnya sendiri.
Peradaban kebudayaan bangsa Indonesia mencerminkan perpaduan keseluruhan kepribadiannya sebagai bangsa yang ber- Bhineka Tunggal Ika,
(Berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan).
Siapapun tidak dapat memungkiri anugrah Allah SWT bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa , dengan berbagai adat istiadat, kebudayaan, bahasa dan agama. Tumpah darah Indonesia terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil dengan kekhusuan kekayaan dan keindahan alamnya. Inilah kenyataan kebhinekaan Indonesia, meskipun berbeda-beda, kebhinekaan ini harus tetap dipersatukan , sebab seluruh bangsa Indonesia menginginkan persatuan dan kesatuan.
Salah satu kebudayaan daerah yang dalam kehidupannya senantiasa mendasarkan kepada azas hidup yang selaras dengan pancasila adalah
“Seni Budaya Bela Diri Pencak Silat Cimande”.
Mengandung nilai-nilai, norma-norma, maupun prilaku yang dijunjung tinggi sejak zaman dulu sampai sekarang. Yang telah diwariskan oleh leluhur Cimande kepada generasi-generasi selanjutnya secara turun temurun sebagai perkembangan sejarah. Dan merupaka tradisi kebudayaan dalam kehidupan masyarakat keluarga besar cimande.
Didalam sejarah Pencak Silat Cimande semula digunakan oleh leluhur Cimande untuk syiar agama islam . Itulah sebabnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranga-Nya, merupakan syarat pertama yang harus ditaati dan ditepati oleh Keluarga Besar Pencak Silat Cimande yang tertuang dalam Taleq Cimande.
Didalam rangka membina dan mengembangkan Pencak Silat Cimande , sesuai dengan kebhinekaan bangsa Indonesia, bahwa walaupun Pencak Silat Cimande untuk syiar agama islam , namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang bukan pemeluk agama islam( kecuali atheis) untuk berguru Pencak Silat Cimande dengan syarat mereka wajib melaksanakan ajaran agamanya menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing terhadap Allah SWT. Maka dengan demikian sejak dulu telah tumbuh jiwa persatuan dan kesatuan serta kerukunan antar hidup beragama dalam kehidupan Pencak Silat Cimande yang merupakan identitas insan Pencak Silat Cimande.
Berguru Pencak Silat Cimande bukan untuk berkelahi, tapi untuk melerai yang berkelahi dan membela diri bilamana diri kita sudah terancam, Sehingga kita perlu mengadakan perlawanan.
Itulah sebabnya di babakan Tarikolot Cimande tempat sumbernya perguruan Pencak Silat Cimande tidak terdapat orang-orang yang bermuka seram , juga tidak terdapat pendopo-pendopo tempat latihan pencak silat , malah justeru di Babakan Tarikolot Cimande terdapat barak-barak tempat menampung orang-orang yang membutuhkan pertolongan karena patah tulang, keseleo otot dan lain-lain akibat kecelakaan, dengan pengobatan minyak tradisonal Cimande. Tempat ini selalu penuh dikunjungi oleh orang-orang yang kena musibah dari seluruh wilayah Indonesia dan dari berbagai suku bangsa dan daerah, serta dari pemeluk agama. Disini menunjukan bahwa jiwa perikemanusiaan yang adil dan beradab telah tumbuh sejak leluhur keturunan Cimande dahulu dengan amal perbuatan yang baik dab bermanfaat serta penuh bijaksana.
Menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi setiap orang keturunan Cimande dan anggota Keluarga Besar Pencak Silat Cimande dimana saja mereka berada untuk membina dan memelihara serata mengembangkan Pencak Silat Cimande secara murni dan konsekuen sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan U.U.D 1945.
Maka dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab serta kewajiban untuk melaksanakan Taleq Cimande yang telah diamalkan oleh leluhur Cimande untuk membina , memelihara, dan mengembangkan hakekat kepribadian Taleq Cimande serta untuk meneruskan kepada keturunan Cimande dan kepada Keluarga Besar Pencak Silat Cimande, maka dengan mengaharap ridho Allah SWT dan para leluhur Cimade maka di susunlah buku “PETUNJUK PENCAK SILAT CIMANDE “ sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan.
2.MAKSUD
Maksud dikeluarkannya buku Petunjuk ini sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan pencak silat Cimande bagi seluruh keluarga keturunan Cimande dan Keluarga Besar Pencak Silat Cimande , Terutama bagi mereka yang akan berguru pencak silat Cimande dimana saja berada.
3.TUJUAN
Terwujudnya adalah untuk:
a. Terwujudnya kesadaran yang mendalam tentang jiwa pencak silat Cimande sehingga dapat mengamalkan secara konsekuen. Sebagai insan hamba Allah, sebagai insan Sosial Budaya, sebagai insan pencak silat Cimande, dan sebagai insan warga Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
b. Terwujudnya keluarga besar pencak silat Cimande yang taat dan saleh dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakini
masing-masing.
c. Terwujudnya pembinaan tradisi, adat istiadat dan ajaran yang mempunyai nilai-nilai luhur yang selaras dengan kehidupan dan tata kehidupan pancasila dan UUD 1945
d. Terwujudnya sikap dan prilaku hidup serta amal perbuatan keluarga besar pencak silat Cimande yang berpedoman pada Taleq.
e. Terwujudnya dan terpeliharanya identitas anggota keluarga besar pencak silat Cimande dimana saja mereka berada.
4.RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup Buku Petunjuk ini hanya menguraikan pokok-pokok dan garis besarnya saja baik mengenai sikap dan prilaku hidup dan amal perbuatan maupun mengenai petunjuk-petunjuknya yang berdasarkan taleq, sedangkan hal-hal lain berkembang sepanjang tidak bertentangan dengan taleq Cimande.
BAB II
TALEQ CIMANDE
Pencak silat Cimande adalah seni budaya bela diri yang mengandung nilai-nilai , norma-norma maupun perilaku yang di junjung tinggi dan diwariskan dari leluhur Cimande kepada genersi-generasi secara turun-temurun sebagai hasil proses sejarah dan merupakan tradisi dalam kehidupan masyarakat keluarga besar pencak silat Cimande berdasarkan taleq.
Didalam kehidupan keluarga besar pencak silat Cimande , Taleq ini merupakan”KODE ETIK” yang harus ditaati dan ditepati oleh keluarga besar Cimande dengan sebaik-baiknya.
Taleq Cimande sebagai kebudayaan telah menunjukan nilai-nilai hidup dan makna susila yang berjiwa selaras dengan pancasila, merupakan pendukung penghayatan nilai-nilai yang luhur dari manusia budaya Indonesia.
1.TALEQ
1. Harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Jangan melawan kepada ibu dan bapak dan wong atua karo
3. Jangan melawan kepada guru dan ratu (pemerintah)
4. Jangan judi dan mencuri
5. Jangan ria takabur dan sombong
6. Jangan berbuat zina
7. Jangan bohong dan licik
8. Jangan mabuk-mabukan dan menghisap madat
9. Jangan jahil, menganiaya sesama makhluk Tuhan
10. Jangan memetik tanpa izin mengambil tanpa minta
11. Jangan suka iri hati dan dengki
12. Jangan suka tidak membayar hutang
13. Harus sopan santun, rendah hati,ramah tamah dan saling menghargai sesama manusia
14. Berguru Cimande bukan untun gagah-gagahan, kesombongan, dan ugal-ugalan, tapi untuk mencari keselamatan dunia dan akherat.
2.HAKEKAT KEPRIBADIAN TALEQ CIMANDE
a. Adanya kesadaran terhadap Allah SWT
b. Memiliki kesadaran menjadi waga Negara yang taat dan patuh kepada pemerintah
c. Mempunyai nilai-nilai hidup atau budi pekerti yang luhur dan makna kesusilaan
d. Mempunyai kesadaran untuk memelihara kerukunan hidup, persatuan dan kesatuan bangsa, dan kerukunan dalam kehidupan beragama.
3. HAKEKAT INSAN PENCAK SILAT CIMANDE
a. Insan yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya
b. Anggota masyarakat yang mengutamakan kekeluargaan dan gotong royong
c. Warga Negara yang taat dan patuh kepada pemerintah
d. Manusia yang beramal, menjunjung tinggi serta menghormati adat istiadat yang telah turun temurun menjadi sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bangsa , memelihara tradisi bangsa dalam rangka pelestarian nilai-nilai perjuanagan, menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman dan mempunyai rasa tanggung jawab dalam menegakan kebenaran dan keadilan rakyat Indonesia. Sebagaimana yang telah ditunjukan oleh genrasi 45 Cimande pada waktu revolusi fisik untuk menghancurkan penjajahan dari muka bumi Indonesia, telah berjuang mati-matian dengan semangat patriotisme yang tinggi, sehingga laskar rakyat Cimade telah disegani oleh lawan maupun kawan.
BAB III
SIKAP DAN PERILAKU HIDUP INSAN PENCAK SILAT CIMANDE
Taleq Cimande pada dasarnya merupakan landasan falsafah sebagai pegangan hidup keluarga besar pencak silat Cimande. Dengan pegangan hidup itu mereka dapat kuat tidak terombang ambing dalam perjalanan hidupnya, karena dengan falsafahnya itu jelas pula apa yang menjadi dasar tujuannya. Oleh karena itu sikap dan perilaku hidup insan pencak silat Cimande berdasarkan taleq sebagai berikut:
1) Harus taat dan taqwa kepada Allah dan Rasul-Nya.
Setiap insan pencak silat Cimande hendaknya menyadari bahwa sebagai insan hamba Tuhan yang Maha Esa yaitu manusia susila yang beriman dan bertaqwa kepa-Nya, Pemeluk agama yang saleh mengakui adanya Tuhan, Kekuasaannya, Keadilannya, dan hidup matinya berada di tangannya.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Bagi mereka yang beragama islam, wajib melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam, melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.
b. Bagi mereka yang bukan agama islam, wajib melaksanakan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
2) Jangan melawan kepada ibu dan bapak serta wong atua karo
Setiap insan pencak silat cimande hendaknya menyadari, bahwa mereka sejak dikandung dan dilahirkan sampai dewasa telah menjadi beban ibu dan bapak dan orang-orang tua lainnya, baik di dalam lingkungan rumah tangga maupun dalam lingkungan lainnya atau masyarakat.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Sebagai anak yang saleh dan taat kepada ibu dan bapaknya serta orang tua lainnya, karena orang tua lain mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman yang dapat di jadikan tempat bertanya disamping ibu dan bapak.
b. Tunduk dan patuh kepada kakak-kakak dan yang lebih tua, karena kakak atau yang lebih tua, kalu mereka pria maka akan dapat dijadikan sebagai pengganti bapak, sedangkan kalau wanita sebagai pengganti ibu.
c. Ramah tamah dan setia kawan dangan yang sebaya karena mereka akan menjadi teman seperjuangan dan senasib sepenanggungan dalam menghadapi kesulutan hidup.
d. Ramah tamah dan baik hati kepada adik-adik dan kepada yang lebih muda , karena meraka akan dapat membantu bila diperlukan sewaktu-waktu.
3) Jangan melawan kepada guru dan ratu (pemerintah)
Setiap insan pencak silat Cimande hendaknya menyadari bahwa Guru adalah sumber ilmu yang telah mengendap dalam pribadi masing-masing selama ini.
Begitu pula mereka atau orang-orang yang suka memberikan petunjuk kejalan yang benar untuk keselamatan dan kebahagiaan di dunia maupun di akherat harus dianggap sebagai guru, mereka harus mendapatkan perlakuan sebagaiman yang diberikan kepada guru.
Pemerintah adalah pelindung rakyat memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan rakyat dalam kehidupan masyarakat dan lain-lain.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Sebagai insan yang bermoral yang menjunjung tinggi serta menghormati adat istiadat, harus taat dan patuh serta mengikuti perintah dan petunjuk guru
b. Mengikuti petunjuk-petunjuk orang yang membawa kejalan yang benar di dunia dan akherat.
c. Sebagai warga Negara rapublik Indonesia mematuhi dan mentaati segala ketentuan pemerintan, pancasila dan UUD 45
4) Jangan judi dan mencuri
Setiap insan pencak silat Cimande hendaknya menyadari bahwa judi dan mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh agama maupun pemerintah, karena perbuatan tersebut merupakan pangkal kejahatan.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Menjauhi segala perbuatan yang mengarah kepada perjudian
b. Mengendalikan diri dari keinginan mendapatkan sesuatu yang gampang.
5) Jangan ria, takabur dan sombong
Setiap insan pencak silat Cimande hendaknya menyadari bahwa ria, takabur dan sombong adalah suatu perbuatan yang didorong oleh nafsu yang buruk yang merupakan bujukan syetan, dalam pergaulan akan dibenci dan dijauhi teman, dalam masyarakat dapat menimbulkan perselisihan akibat ulah tersebut, akhirnya mengancam kerukunan hidup dalam masyarakat.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
Selalu mawas diri, mengakui kelemahan dan kekurangan sendiri serta untuk memperbaikinya
6) Jangan berbuat Zina
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa berbuat zina dan memperkosa wanita adalah perbuatan yang tidak bermoral dan biadab melanggar kesusilaan dan ajaran agama yang mendapat kutukan didunia dan akherat.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Hargailah derajat kaum wanita
b. Mengendalikan hawa nafsu yang mengarah kepada pelanggaran kesusilaan
7) Jangan bohong dan licik
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa bohong dan licik adalah suatu perbuatan yang tidak terpuji, dapat menghilangkan kewibawaan dan kepercayaan orang , menimbulkan kesukaran dalam pergaulan dan menjadi rintangan dalam segala kegiatan, akhirnya akan menimbulkan frustasi pada diri sendiri.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Bersikap jujur dan loyal terhadap siapapun
b. Bermusyawarahlah dalam menghadapi persoalan di dalam menyelesaikan suatau masalah.
8). Jangan mabuk-mabukan, menghisap madat dan sebaginya
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa minuman keras, candu, ganja dan sebagainya dapat merusak keseimbangan tubuh, kesehatan jasmani dan rohani.
Kemudian dapat mengarah kepada perbuatan kejahatan yang menggangu keamanan dan ketertiban umum, sehingga mempengaruhi moral dan moril masyarakat dan bangsa.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Menjauhkan diri dari minuman keras, candu dan sebagainya
b. Menghindiri dari keinginan untuk mencoba sekedar ingin mengetahui rasanya.
9). Jangan jahil menganiaya sesama mahkluk Allah
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa jahil, aniaya terhadap sesame makhluk Allah adalah perbuatan yang tidak mempunyai rasa kemanusiaan dan merupak sikap yang tidak terpuji.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Tidak berbuat kasar, bengis dan sadis
b. Mengendalikan hawa nafsu buruk
10) Jangan memetik tanpa izin mengambil tanpa minta
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa perbuatan tersebut walaupun sifatnya hanya iseng saja tidak didorong oleh kebutuhan yang mendesak, namun perbuatan itu hukumnya mencuri, maling namanya, hal ini bisa menimbulkan salah faham dalam hubungan kekeluargaan dan kerukunan hidup
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Jangan iseng tertarik oleh sesuatu, bila perlu terus terang
b. Minta naaf bila sudah terlanjur
11) Jangan suka iri hati dan dengki
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa perbuatan iri hati dan dengki terhadap siapapun menunjukan seseorang yang tidak percaya akan kekuasaan, keadailan dan kodrat Allah SWT segala sesuatau berada di tangan Allah, nasib, derajat, dan harkat manusia berada di tangannya.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Menyadari akan kodrat Allah SWT
b. Berdo’alah kepada Allah untuk mendapatkan rahmat dan karunianya
c. Menghilangkan rasa iri hati dan dengki terhadap manusia.
12) Jangan suka tidak mau membayar hutang
setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa meninggalkan hutang berlarut-larut sema dengan mematikan kehidupan orang lain dan mengancam penghidupan seluruh keluarganya.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Membiasakan hidup sederhana dan tidak boros
b. Menyesuaikan kebutuhan dengan kemampuan.
13) Harus sopan santun, rendah hati, ramah tamah saling harga menghargai diantara sesama manusia
Setiap insane pencak silat cimande hendaknya menyadari bahwa sikap dan perilaku demikian didalam pergaulan sehari-hari didalam kehidupan masyarakt sendiri akan memupuk dan mengikat keakraban , mempererat kerukunan, memperkokoh persatuan dan kesatuan , sedangkan pergaulan tersebut didalam kehidupan dengan bangsa –bangsa lain akan menunjukan kepribadian bangsa Indonesia yang luhur dan berbudi.
SIKAP DAN PERILAKUNYA
a. Silih asah, silih asih, dan silih asuh
b. Pergaulan yang luwes, tidak menyendiri.
c. Tidak membedakan, harkat, derajat, serta martabat seseorang, kesukuan dan golongan.
14) Berguru pencak silat cimande bukan untuk gagah-gagahan, kesombongan, dan ugal-ugalan, tetapi untuk mencari selamat dunia dan akhirat
Taleq yang keempat belas ini sebagai taleq yang terakhir , sesungguhnya merupakan amanah dari leluhur cimande kepada keturunannya dan kepada keluraga besar pencak silat cimande, untuk diperingatkan kepada setiap orang yang berguru pencak silat cimande, pertama-tama mereka harus beritikad demi keselamatn di dunia dan akhirat.Menyelewengkan taleq berarti mereka harus menanggung sendiri akibatnya
SIKAP DAN PERILAKUNYA
Setiap orang yang akan berguru pencak silat cimande harus menyatakn kesetian dan kepatuhannya untuk mengamalkan taleq sebagai berikut:
PANCA SETIA
1) Kami insan pencak silat cimande yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
2) Kami insan pencak silat cimande yang patuh dan taat kepada pemerintah republik Indonesia, pancasila dan UUD 45
3) Kami insan pencak silat cimande yang patuh dan taat kepada ibu dan bapak serta wong atua karo
4) Kami Insan pencak silat cimande yang mengutamakan penggunaan pencak silat untuk melerai diri demi kebenaran dan keadailan
5) Kami insan pencak silat cimande yang setia dan menempati janji serta mengamalkan dan mengamankan taleq cimande.
Janji ini di ucapkan oleh setiap insane pencak silat cimande uantuk menunjukan bahwa mereka berjanji untuk mengemalkan dan mengamankan taleq .
Janji ini disebut “JANJI SETIA INSAN PENCAK SILAT CIMANDE”
BAB IV
AMAL PERBUATAN INSAN PENCAK SILAT CIMANDE
Panca setia insan pencak silat cimande bukan hanya dinyatakan dengan ucapan saja, tetapi harus diwujudkan dengan amal perbuatan dalam pengembangan dan pengamalan hakekat kepribadian taleq, amal perbuatan dalam lingkungan keluarga dan amal perbuatan dalam lingkunagn masyarakat , bangsa dan Negara.
1. Dalam pengembangan kepribadian taleq.
Dalam rangka pengembangan taleq secara perorangan dengan penuh keyakinan, berkewajiban untuk senantiasa berusaha:
a) Meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT
b) Menghayati dan Mengamalkan Taleq
c) Memupuk Sikap mental yang mencerminkan kesadaran untuk turut mendukung penghayatan dan pengamalan serta pengamanan taleq
2. Dalam pengamalan kepribadian taleq
Dalam rangka pengamalan kepribadian taleq agar mengutamakan kesederhanaan dalam:
a) Sikap dan tutur kata harus menggunakan bahasa yang baik, membiasakan diri berbicara dengan menggunakan bahasa nasional Indonesia , sopan santun dan tahu menempatkan diri.
b) Cara berpakaian, tidak berlebih-lebihan sehingga memperlihatkan gejala-gejala menonjolkan diri ingin lain dari pada yang lain
c) Keadaan rumah tangga, disesuaikan dengan keadaan lingkunagn setempat, tidak menunjukan hal-hal yang dapat menimbulkan pandangan buruk (negative)
d) Dalam pergaulan, ramah tamah, tidak menunjukan sikap menyendiri, selalu bersedia memberikan bantuan fikiran, tenaga,maupun harta sesuai kemampuan kita.
e) Perbuatan lainnya, merupakan suri tauladan yang bersifat membangun dan bergotong royong.
3. Membina dan memimpin keluarga sendiri
Dalam usaha membina dan memimpin keluarga dalam lingkungan sendiri
( anak, istri, saudara) agar berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan Negara, dapat ditempuh dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
a) Memupuk, memelihara, dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta ketaatan menjalankan syarat-syaratnya dan amal ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing terhadap Allah SWT
b) Memenuhi dan mencukupi nafkah lahir dan batin
c) Mendidik dan membimbing anggota keluarga untuk hidup sederhana, hemat, tidak boros, dan untuk dapat mengingat hari depan.
d) Memelihara kerukunan dalam rumah tangga
e) Pandai membagi waktu sehingga hal-hal yang merupakan bagi kesejahteraan keluarga tidak diabaikan.
f) Senantisa memperhatikan kesulitan yang dihadapi keluarga, baik lahiriyah maupun bathiniyah
g) Memberikan suri tauladan yang baik terutama mental dan budi pekerti
h) Memberikan tuntunan akan hal-hal dan kewajiban hidup didalam masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Dalam lingkungan masyarakat
Amal perbuatan insane pencak silat cimande dalam lingkungan masyarakat mencakup banyak hal satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, kegiatan yang dapat dilakukan antara lain sabagai berikut:
a. Ikut serta membantu usaha pemerintah dalam segala bidang pembangunan
b. Ikut serta membina kesadaran masyarakat terhadap kesadaran bernegara berdasarkan pancasila dan UUD 45
c. Ikut serta dalam membina keamanan dan ketertiban umum.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
1) Pusat Perguruan Pencak Silat Cimande yang disingkat P3SC berkedudukan di babakan tarikolot cimande lemah duhur, kecamatan caringin, kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
2) Ketua umum P3SC dipegang oleh seorang sesepuh yang tertua dari keturunan leluhur cimande. Dibantu oleh para sesepuh lainnya, sesuai dengan proses sejarah kepemimpinan pencak silat cimande yang dilakukan secara turun temurun
3) Para sesepuh keturunan cimande dapat menerima calon siswa-siswa pencak silat cimande ditempatnya masing-masing atas sepengetahuan ketua umum P3SC
4) Pare sesepuh keturunan cimande dapat mengirimkan guru-guru pencak silat cimande ke perguruan-perguruan pencak silat cimande diseluruh tanah air dan di luar negeri bila diperlukan dengan membawa surat perintah tugas dari ketua umum P3SC
5) Anggota keluarga besar pencak silat cimande yang bukan keturunan cimande yang sudah mempunyai kwalifikasi pencak silat cimande dapat mendirikan perguruan pencak silat cimande dengan ketentua tidak menyimpang dari taleq cimande dan ketentuan umum.Mendirikan perguruan pencak silat cimande harus dapat pengesahan dari ketua umum P3SC, hal ini dilakukan demi terjaminnya pengamalan dan pengamanan serta kelestarian nilai-nilai hakekat kepribadian pencak silat cimande yanbg sesuai dengan taleq cimande.
6) Perguruan pencak silat cimande yang menghasilkan guru pencak silat cimande berdasarkan penilaian memenuhi syarat kawlifikasi guru pencak silat cimande dapat mengajukan daftar nama-nama yang diangkat kepada P3SC untuk dapat mengsahkan dari ketua umum P3SC.
7) Hal-hal lainnya yang belum tercantum dalam buku petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum akan diatur kemudian dengan melalui musayawarah seluruh anggota keluarga besar pencak silat cimande.
BAB VI
PENUTUP
Sebagai insan pencak silat cimande yang merupakan anggota masyarakat deri pada masyarakat budaya pancasila, keluarga besar pencak silat cimande harus merupakan kekuatan yang ikut membantu penyempurnaan watak dan kepribadian bangsa Indonesia yang berbentuk bhineka tunggal ika untuk membina persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka pembinaan tradisi pencak silat cimande.
Pembinaan tradisi pencak silat cimande adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang sadar, berencana dan berlanjut untuk memelihara dan meningkatkan tradisi pencak silat cimande yang tidak bertentangan dengan jiwa pancasila dalam rangka memelihara identitas pencak silat cimande.
Tradisi pencak silat cimande adalah tradisi yang hidup dan berkembang khusus dalam lingkungan pencak silat cimande serta merupakan hasil perkembangan sejarah sejak leluhur cimande sampai sekarang dan selanjutnya dianggap sebagai identitas ciri bagi identitas pencak silat cimande.